Mencari Akhirat

mencari akhirat

Seorang yang oleh Alláh Taála beri dunia dengan segala isinya namun ia tidak beri karunia iman maka seakan orang tersebut tidak diberi karunia apapun oleh Alláh Taála. Sebaliknya, seorang yang diberi karunia iman oleh Alláh Taála meskipun tidak diberi dunia maka seakan ia telah diberikan segalannya oleh Alláh Taála.

Dari ‘Abdullah ibn ‘Umar, berkata: “Suatu ketika Rasúlulláh memegang pundakku, sambil bersabda:

كُنْ فِى الدُّنْيَا كَأَنّكَ غَرِيْبٌ أَوْ عَابِر السَّبِيْلِ (رواه البخاري)

“Jadilah engkau di dunia ini seperti orang yang asing (tidak untuk selamanya), atau seperti orang yang hanya lewat dalam dalam perjalanan” (HR. Bukhari). Dan ‘Abdullah ibn ‘Abbas berkata:

إِذَا أَمْسَيْتَ فَلَا تَنْتَظِر الصَّبَاح وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلَا تَنْتَظِرِ المَسَاء وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ (رواه البخاري)

“Apabila engkau di sore hari maka janganlah engkau menunggu pagi, dan apabila engkau di pagi hari maka janganlah engkau menunggu sore, ambilah dari masa sehatmu apa yang tidak engkau dapat lakukan di masa sakitmu, ambilah dari saat hidupmu apa yang bermanfaat bagi setelah matimu”.

Maksud dari perkataan sahabat Rasúlulláh di atas adalah; Janganlah engkau jadikan dunia seolah engkau akan tinggal selamanya dengan meletakan kecintaan terhadapnya di dalam hatimu. Janganlah engkau mencari dari dunia kecuali seperti apa yang dicari seorang yang asing ketika ia masuk di suatu daerah  dan akan meninggalkannya. Janganlah pula engkau menyibukan diri dengan dunia kecuali seperti orang asing yang hendak pulang menuju keluarganya.

Maka hendaklah kita menjadikan dunia kita dan harta kita sebagai benteng dan perlindungan bagi agama kita, bukan sebaliknya. Sesungguhnya, dunia laksana hewan tunggangan, ketika kita menungganginya maka ia akan membawa kita, tetapi ketika kita yang ditunggangi olehnya maka ia akan membebanimu, dan bahkan membunuhmu. Hendaklah kita waspada, jangan sampai kita menjadikan dunia menempel di hati kita. Hendaklah kita selalu ingat sebuah hadits dari Rasúlulláh ini, beliau bersabda:

سَيَأْتِى يَوْمٌ عَلَى أُمَّتِي يُحِبُّوْنَ خَمْسَةً وَ يَنْسَوْنَ خَمْسَةً، يُحِبُّوْنَ الدُّنْيَا وَيَنْسَوْنَ الأَخِرَة، وَيُحَبُّوْنَ المَالَ وَيَنْسَوْنَ الحِسَابَ، وَيُحَبُّوْنَ الخَلْقَ وَيَنْسَوْنَ الخَالِقَ، وَيُحِبُّوْنَ المَعْصِيَة وَيَنْسَوْنَ التوْبَة، وَيُحِبُوْنَ القُصُوْرَ وَيَنْسَوْنَ القُبُوْرَ (رواه أبو نعيم)

“Akan datang suatu masa atas umatku, di mana mereka mencintai lima perkara dan melupakan lima perkara; mereka mencintai dunia dan lupa akan akhirat, mereka mencintai harta dan lupa akan hari perhitungan (hisab), mereka mencintai yang diciptakan dan lupa akan Sang Pencita (Alláh Taála), mereka mencintai maksiat dan lupa akan taubat, dan mereka mencintai istana dan melupakan kubur[1].

Kematian sangatlah dekat, umur seseorang di dunia sangatlah singkat, dan kelak di hari kiamat akan ada pertanggung jawaban atas setiap apa yang diperbuat. Dunia ini pembohong dan pengkhianat, ia tertawa kepada mereka yang mencintainya, maka orang yang berpaling darinya dialah yang akan selamat. Dunia laksana seekor ular yang licin ketika dipegang, racunnya sangat mematikan, kenikmatannya cepat sirna, dan hari-harinya berlalu seperti khayalan belaka.

[1] Hilyatul Auliya, Abu Nuaim.

Tinggalkan Balasan

ke atas