Cara Bergaul Dengan Sesama

Pergaulan yang baik dengan sesama manusia adalah pergaulan yang sesuai dengan ajaran Islam. Metode dalam bergaul adalah bagian yang harus diperhatikan, tentu harus dibangun di atas pondasi baik yang sesuai tuntunan ajaran agama kita yang mulia. Pondasi terbesar yang harus kita pegang teguh dalam bergaul adalah bahwa ajaran agama kita berisi aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Alláh Taála bagi makhluk-Nya untuk diikuti. Dan hanya agama Islam yang diridlai oleh Alláh Taála.

Dalam Al-Qur’an Alláh Taála berfirman:

إِنَّ ٱلدِّينَ عِندَ ٱللَّهِ ٱلۡإِسۡلَٰمُۗ (سورة ءال عمران: 19)

“Sesungguhnya agama yang Alláh Taála ridhai hanyalah agama Islam” (QS. Ali Imran. 19).

Dalam ayat lain Alláh Taála berfirman:

وَمَن يَبۡتَغِ غَيۡرَ ٱلۡإِسۡلَٰمِ دِينٗا فَلَن يُقۡبَلَ مِنۡهُ وَهُوَ فِي ٱلۡأٓخِرَةِ مِنَ ٱلۡخَٰسِرِينَ (سورة ءال عمران: 85)

“Dan barang siapa yang mencari agama selain Islam (untuk dipeluknya), maka tidak akan diterima agama itu darinya, dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang merugi (celaka)” (QS. Ali Imran: 85)

Maka Islam adalah satu-satunya agama yang diridlai oleh Alláh Taála, di mana setiap orang dari kita diperintah oleh-Nya untuk memeluknya dan mengerjakan ajaran-ajaran di dalamnya. Dan dasar keyakinan dalam Islam adalah beriman kepada Alláh Taála, dengan mensucikan-Nya dari menyerupai sesuatu apapun dari ciptaan-Nya. Artinya, bahwa Alláh Taála tidak menyerupai segala sesuatu dari makhluk-Nya, baik dari satu segi ataupun semua segi, Alláh Taála bukan benda dan tidak diifati dengan sifat benda, dan Alláh Taála maha suci dari tempat dan arah.

Al-Imam as-Sayyid Ahmad ar-Rifa’i –semoga ridha Alláh Taála senantiasa tercurah baginya–, [perintis tarekat ar-Rifa’iyyah], berkata:

غَايَةِ المَعْرِفَةِ بِاللهِ الإِيْقَانُ بِوُجُوْدِهِ تَعَالَى بِلَا كَيْفٍ وَلاَ مَكَان

“Puncak pengetahuan seorang hamba terhadap Alláh Taála adalah dengan menyakini secara pasti (tanpa ragu) tentang keberadaan Alláh Taála tanpa disifati dengan sifat-sifat makhluk dan ada tanpa tempat”.

Islam merupakan nikmat terbesar yang dikaruniakan oleh Alláh Taála kepada hamba-Nya yang Dia cintai, maka setiap orang muslim wajib menjaga Islam-Nya dari berbagai perkara yang dapat merusak dan membatalkannya, yaitu riddah. Riddah adalah memutuskan ke-Islaman dengan perkataan kufur, atau perbuatan kufur, atau keyakinan kufur. Karena itu ulama kita membagi riddah kepada tiga macam:

  1. Riddah (kufur) perkataan, seperti mencaci maki Alláh Taála, Rasúlulláh, Al-Qur’an, agama Islam, dan lainnya.
  2. Riddah (kufur) keyakinan, seperti orang yang meyakini bahwa Alláh Taála sebagai benda; cahaya atau lainnya, atau meyakini bahwa Alláh Taála duduk (bersemayam) di atas Arsy. Al-Imam asy-Syafi’i berkata:

مَنْ قَالَ أَوْ اعْتَقَدَ أَنّ اللهَ جَالِسٌ عَلَى العَرْشِ فَهُوَ كَافِرٌ

“Barangsiapa berkata atau meyakini bahwa Alláh Taála duduk (bersemayam) di atas Arsy, maka seorang yang kafir”.

  • Riddah (kufur) pebuatan, seperti melemparkan Al-Qur’an ditempat yang menjijikan dengan sengaja, dan lainnya.

Seorang yang jatuh dalam Riddah maka wajib ia segera kembali ke dalam Islam, dengan mengucapkan dua kalimat syahadat, dan meninggalkan apa yang menjadikanya jatuh kedalam kekufuran tersebut, juga wajib baginya untuk menyesali apa yang telah ia perbuat, serta bertekad kuat dalam hati untuk tidak kembali kepada kekufuran semacam itu.

Tinggalkan Balasan

ke atas