PENJELASAN TENTANG PENTINGNYA ILMU TAUHID

Belajar Ilmu tauhid

Sesungguh ilmu bagaimana cara mengenal Allah dan sifat-sifatNya merupakan ilmu yang paling mulia dan paling didahulukan untuk dipelajari, dan ilmu itu dinamakan dengan ilmu tauhid atau ilmu ushul atau ilmu aqidah, bahkan Rasulullah telah mekhusus dirinya dengan tingkatan yang tinggi didalam ilmu ini, sebagaimana dalam sabdanya:

belajar tauhid yang benar
sumber dari google

Sayalah yang paling mengenal Allah diantara kalian dan paling takut kepadanya.

Yang mana ilmu tauhid merupakan Ilmu yang paling utama untuk dihasilkan dan merupakan ilmu yang paling mulia, Allah ta’ala berfirman:

Didalam ayat ini diperintahkan terlebih dahulu mengetahui ilmu tauhid di bandingkan dengan perintah beristighfar, karna keterkaitannya ilmu tauhid dengan ilmu ushul, dan keterkaitannya beristghfar dengan ilmu furu’.

Kemudian ilmu ini juga dinamakan dengan pendalilannya baik dari al-Qur’an ataupun al-Hadits dengan ilmu al-Kalam, Adapun sebab penamaan ilmu ini dengan ilmu al-Kalam karna banyaknya kelompok yang menyimpang didalam permasalah kalamullahi ta’ala dari kalangan orang-orang yang menisbatakan diri kedalam agama islam dan karna Panjangnya pembahasan tentang kalamallahi ta’ala dari kalangan Ahl Sunnah wal Jamaah didalam menetap kebenaran.

Menurut Sebagian pendapat sebab penamaan ilmu ini dengan ilmu al-Kalam karana permasalahan yang paling masyhur didalam ilmu tauhid adalah pembahasan kalamullahi ta’ala, kelompok Ahl Sunnah mengatakan bahwa kalam Allah itu Qadim dan ini merupakan pendapat yang benar, Adapun kelompok Hasyawiyyah Musyabbihah mereka mengatakan bahwa kalam Allah berupa huruf, suara dan Bahasa, kemudian kelompok  Muktazilah mengatakan bahwa Allah bersifat dengan kalam dalam artian bahwa Allah menciptakan al-Kalam diselainnya seperti dipohon dimana nabi Musa mendengar kalam Allah, bukan maknanya bahwa Allah bersifatan dengan kalam.

Adapun Ahl Sunnah mengatakan bahwa sifat kalam Allah bukan berupa huruf, suara dan Bahasa.

Kemudian konteks pembahsan ilmu ini adalah bagaimana cara mengambil dalil dari al-Qur’an dan al-Hadits dan juga dari cipataan Allah untuk menetapkan keberadan Allah dan sifat-sifatnya yang sempurna.

Kemudian para ulama ahli tauhid Ketika berbicara tentang Allah, para malaikat dan lain-lain mereka tidak hanya berpegangan dengan akal akan tetapi mereka menjadikan akal sebagai saksi tentang kebenaran atas apa yang datang dari Rasullullah, maka akal menurut ulama tauhid itu merupakan saksi akan kebenaran syariat, Adapun orang-orang filsafat mereka menjadikan akal sebagai dasar kebenaran tanpa melihat apa yang datang dari para Nabi. Oleh karna pemikiran akal yang sehat tidak akan keluar dari apa yang dibenarkan oleh syariat.

Permasalahan:

jika dikatakan bahwasanya Rasulullah tidak mengajarkan kepada para sahabat tentang ilmu ini, dan tidak ada satu orangpun dari para sahabat yang belajar atau pengajarkan ilmu ini kepada orang lain, akan tetapi ilmu ini muncul setelah beberapa waktu dari periode sahabat, maka kalo seandainya ilmu ini penting didalam agama islam maka para sahabat akan terlebih dahulu bergelut dengan ilmu ini.

Jawaban:

Jika dari pernyataan demikian itu para sahabat tidak mengenal Allah dan sifat-sifatNya, tidak mengenal pensucian Allah dari menyerupai seluruh makhluknya, tidak mengenal kebenaran Rasul dan mukjizatnya, akan tetapi mereka hanya ikut-ikutan saja tanpa memandang dalil-dalil secara akal maka pernyataan demikian jauh dari kebenaran, oleh karena Allah membantah didalam al-Qur’an terhadap orang-orang musyrik yang hanya ikut-ikutan para pendahulu didalam menyembah berhala didalam firman-Nya:

Yang maknanya bahwasanya orang-orang musyrik mengikuti pendahulu mereka didalam menyekutukan Allah tanpa didasari dalil yang membuktikan kebenaran agama yang mereka peluk.

Imam Abu Hanifah memberikan jawaban terhadap mereka yang mengatakan kenapa kalian geluti ilmu kalam sedangkan para sahabat saja tidak menggeluti ilmu kalam: “perumpamaan mereka (para sahabat) bukan seperti orang yang berada dihadapannya musuh maka dari sini mereka tidak perlu mengeluarkan senjata, dan perumpamaan kita seperti orang-orang yang dihadapannya musuh untuk memerangi mereka maka dibutuhkan untuk mengeluarkan senjata.

Lalu kalo seandainya mereka menginginkan dari ungkapan seperti demikian itu bahwa para sahabat tidak mengenal istilah-istilah didalam ilmu tauhid seperti al-Jauhar, al-Aradh, al-Jaiz, al-Muhal, al-Hadats maka dapat kita terima, akan tetapi dengan demikian berarti itu juga terjadi dengan ilmu agama lainnya, oleh karna tidak ada juga di kalangan para sahabat istilah-istilah seperti an-Nasihk, al-Mansukh, al-Mujmal, dan lain sebagainya yang merupakan istilah didalam ilmu tafsir. Juga tidak didapat istilah-istilah tentang al-Qiyas, al-Istihsan, as-Sabab, ath-thard yang merupakan istilah didalam ilmu fiqih, juga tidak didapati istilah seperti al-Jarh, at-Ta’dil, al-Ahad, al-Masyhur, al-Mutawatir yang merupakan istilah didalam ilmu hadits, lantas kalo demikian awapak ilmu-ilmu seperti ini juga wajib di tolak karna sebab demikian, dan juga karena di zaman Rasulullah belom Nampak orang-orang ahli bid’ah dan tidak membutuhkan kepada rincian-rincian dan istilah-istilah seperti tadi yang disebutkan.

Kemudian ilmu kalam sebenarnya sudah ada dikalangan para sahabat, kemudian tersebar luas digenerasi setelahnya, kemudian juga ilmu didalam membantah orang-orang ahli bid’ah sudah ada sejak zaman para sahabat, sahabat Ibn umar dan Ibn Abbas telah membantah kelompok muktazilah, kemudian Umar ibn Abd al-Aziz dan al-Hasan ibn Muhammad ibn al-Hanafiah  dari kalangan para tabi’in telah membantah juga kelompok muktazilah, sebagaimana Imam Ali ibn abi Thalib telah membantah kelompok khawarij, dan membantah empat puluh orang yahudi yang meyakini bahwa Allah berupa benda. Begitu juga Ibn Abbaas telah membantah kaum khawarij dengan hujjah, sebagaimana imam Hasan al-Bhisri telah menggeluti ilmu kalam, yang merupakan pembesar ulama dari kalangan para tabi’in.

Kalo seandainya ada yang mengatakan, telah meriwayatkan Imam al-Baihaqi dari sahabat ibn abbas, ia berkata:

تفكروا فى كل شيء ولا تفكروا فى ذات الله

Oleh  karna itu merupakan perbuatan yang di larang.

Maka kita jawab: bahwa perbuatan yang dilarang adalah berfikir tentang Allah, akan tetapi kita diperintahkan berfikir tentang ala mini, oleh karna dengan berfikir tentang ala mini dapat menghasilkan keberadaan Allah dan keagungannya, bahwasanya Allah tidak menyerupai sesuatu apapun dari makhluknya, lantas bagaimana olah yang tidak mengwnal al-Kholiq dan al-Makhluk beramal dengan atsar yang sahih ini. Bahkan Al-Qur’an memerintahkan kita untuk mempelajari bagaimana cara berdalil tentang keberadaan Allah, bahwasanya Allah disifati dengan ilm’’, qudrah, masyiah maha berkehendak, dan tidak ada seorang imam ahl sunnah wal jamaah yang mencela ilmu ini, baik dari generasi salaf atau kholaf.

Adapun perkataan yang yang dinisbatkan kepada Imam Syafi’I, bahwasanya ia berkata:

لأن يلقى الله العبد بكل ذنب ماعدا الشرك خير له من أن يلقاه بعلم الكلام

Maka lafadz yang seperti ini itu, tidak tsabit dari Imam Syafi’i.

Adapun perkataan yang tsabit dari beliau, adalah:

لأن يلقى الله العبد بكل ذنب ما خلا الشرك خير له من أن يلقاه بشيء من هذه الأهواء

Al-Ahwaa’ jamaa’ dari hawaa’ yaitu bermakna sesuatu yang di geluti oleh orang-orangahli bid’ah yang menyempal dari ajaran ulama salaf dan kholaf, artinya sesuatu yang diyakini orang-orang ahli bidah yang diluar golngan ahl sunnah seperti kaum khowarij,muktazilah, murji’ah, najjariyyah, dan lain-lain. Dan mereka berjumlah 72 kelompok sebagaimana dijelaskan dalam hadits masyhur:

وإن هذه الملة ستفترق على ثلاث وسبعين ثنتان وسبعون فى النار وواحدة فى الجنة و هي الجماعة (رواه ابو داود )

Maka yang dimaksud dengan perkataan imam syafii bukanlah secara mutlak, akan tetapi maksud dari perkataan imam syafi’i adalah orang-orang bidah yang menyalahi dalil-dalil baik dari al-Qur’an ataupun hadits seperti keyakinan orang-orang qadariyyah, Adapun ilmu kalam yang sesuai dengan al-Quran dan hadit yang digeluti oleh golongan ahl sunnah wal jamaah maka itu merupakan bentuk ilmu kalam yang terpuji menurut para ulama dan tidak ticela oleh imam syafi’I, oleh karna imam syafi’I telah menggeluti dan mendalami ilmu kalam ini, bahkan beliau dengan ilmu kalam ini berhasil mengalahkan Bisr al-Mirrisi’ dan Hafs al-Fard.

Tinggalkan Balasan

ke atas